Bagi seorang Planter, libur lebaran tentunya sangat dinantikan karena bisa berkumpul dengan keluarga besar. Setelah 350-an hari terpisah, moment lebaran ini mempertemukan semua anggota keluarga.
Dilain sisi, tugas dan tanggung jawab memelihara tanaman sawit tetap berjalan, karena sawit juga makhluk hidup.
Stop panen selama 1 minggu mengakibatkan pusingan panen meningkat dari normalnya 7 hari menjadi 14 hari, ceteris paribus.
Q : Kenapa stop panen?
A : Ya iyakah, karyawan pabriknya juga mau lebaran. Jadi pabriknya stop olah selama seminggu. Pabrik stop olah = stop panen dikebun seminggu, sebab tidak ada pabrik yang mau terima buah (TBS).
Q : Kenapa ada keterangan ceteris paribus?
A : Kondisi sebelum libur lebaran vs kondisi setelah lebaran bisa berbeda, khususnya, terutama jumlah pemanen yang ada dikebun (siap kerja), pemanen yang lainnya masih izin cuti lebaran.
KONDISI PANEN NORMAL
Pada kondisi panen normal, rasionya 1 pemanen = 2,5 Ha.
Dengan pusingan standar 6/7 (6 hari kerja dalam 7 hari – hari minggu libur kerja), untuk luasan Afdeling 600 Ha, kebutuhan pemanennya
= (600 Ha : 6 hari panen) : 2,5 Ha
= 100 Ha kaveld panen : 2,5 Ha
= 40 orang pemanen
Tentu saja ditambah safety 10% jika ada pemanen yang sakit atau izin, sehingga jumlahnya 44 orang.
Luas ancak panen 2,5 Ha per hari diselesaikan dalam 8 jam kerja.
= 2,5 Ha : 8 jam
= 0,3 Ha/jam
Standar kemampuan kerja pemanen ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh AKP (Angka Kerapatan Panen), normalnya 1 : 3 (ada 1 janjang siap panen dalam 3 pokok sawit)
= (2,5 Ha x SPH 136 pokok/ha) x 1 janjang : 3 pokok
= 340 pokok x 1 janjang : 3 pokok
= 114 janjang
Dengan berat janjang rata-rata 20 kg/janjang, maka tonase panen adalah
=20 kg/janjang x 114 janjang
= 2.280 kg
Jika dirata-rata selama 8 jam kerja per hari, maka kemampuan panennya
= 114 janjang : 8 jam
= 14,25 janjang per jam.
= 4,2 menit per janjang (sangat rasional/ masuk akal)
Perhitungan diatas menjadi standar dalam menentukan jumlah pemanen, kemampuan pemanen dan estimasi tonase per pemanennya.
Bagaimana dengan AKP 1 : 2 (ada (ada 1 janjang siap panen dalam 2 pokok sawit) ?
= (2,5 Ha x SPH 136 pokok/ha) x 1 janjang : 2 pokok
= 340 pokok x 1 janjang : 2 pokok
= 170 janjang
Dengan berat janjang rata-rata 20 kg/janjang, maka tonase panen adalah
=20 kg/janjang x 170 janjang
= 3.400 kg
Jika dirata-rata selama 8 jam kerja per hari, maka kemampuan panennya
= 170 janjang : 8 jam
= 21,25 janjang per jam.
= 2,8 menit per janjang (maksimal kemampuan standar pemanen)
Perlu diketahui bahwa standar kemampuan pemanen adalah 3-4 menit/janjang untuk AKP 1,2 – 1,3 dimana mobilisasi antar pokoknya tidak terlalu jauh.
Bagaimana dengan AKP 1 : 4 (ada (ada 1 janjang siap panen dalam 4 pokok sawit) ?
= (2,5 Ha x SPH 136 pokok/ha) x 1 janjang : 4 pokok
= 340 pokok x 1 janjang : 4 pokok
= 85 janjang
Dengan berat janjang rata-rata 20 kg/janjang, maka tonase panen adalah
=20 kg/janjang x 85 janjang
= 1.700 kg
Jika dirata-rata selama 8 jam kerja per hari, maka kemampuan panennya
= 85 janjang : 8 jam
= 10,6 janjang per jam.
= 5,6 menit per janjang (ini biasanya standar untuk pemanen pemula)
SUMBER AKP (ANGKA KERAPANAN PANEN)
Pada prinsipnya jumlah janjang yang dihasilkan setiap pokok sawit adalah tetap dalam satu tahun.
Misallkan ;
Jumlah janjang setahun = 12 janjang.
Hasil panen januari s/d april = 3 janjang.
Maka potensi buah mei – desember = 12 – 3 = 9 janjang
Q : Dari mana mengetahui jumlah janjang per tahunnya?
A : Dari produsen benih kelapa sawit. Mereka sudah punya standarnya.
Diolah dari : Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit PPKS
Ton/ha = (jumlah tandan/pohon x rata-rata berat tandan) x SPH 130 : 1000
Contoh pada tahun ke-5
Ton/ha = (16,6 tandan/pohon x 6,7 kg/pohon) x SPH 130 : 1000
= 14,5 ton/ha.
⇒ 16,6 tandan/pohon/tahun = 1,38 tandan/pohon/bulan = 0,35 tandan/pohon/minggu.
Contoh pada tahun ke-10
Ton/ha = (12,5 tandan/pohon x 16 kg/pohon) x SPH 130 : 1000
= 26 ton/ha.
⇒ 12,5 tandan/pohon/tahun = 1,05 tandan/pohon/bulan = 0,26 tandan/pohon/minggu.
Contoh pada tahun ke-15
Ton/ha = (9,1 tandan/pohon x 20,6 kg/pohon) x SPK 130 : 1000
= 24,4 ton/ha.
⇒ 9,1 tandan/pohon/tahun = 0,76 tandan/pohon/bulan = 0,19 tandan/pohon/minggu.
Perhatikan grafik diatas:
- Garis warna biru = jumlah tandan per pohon, semakin bertambah usia maka jumlahnya semakin berkurang.
- Garis warna orange = rata-rata berat tandan, semakin bertambah usia maka tandannya semakin berat.
MEMAHAMI JUMLAH TANDAN/POHON/MINGGU dan AKP
- Jika data menyebutkan 0,35 tandan/pohon/minggu, artinya dalam 1 minggu untuk mendapatkan 1 janjang siap panen diperoleh dari 1 : 0,35 pohon = 2,86 atau biasa dikenal AKP 1 : 2,86 = AKP 1 : 3.
- Jika data menyebutkan 0,26 tandan/pohon/minggu, artinya dalam 1 minggu untuk mendapatkan 1 janjang siap panen diperoleh dari 1 : 0,26 pohon = 3,85 atau biasa dikenal AKP 1 : 3,85 = AKP 1 : 4.
- Jika data menyebutkan 0,19 tandan/pohon/minggu, artinya dalam 1 minggu untuk mendapatkan 1 janjang siap panen diperoleh dari 1 : 0,19 pohon = 5,3 atau biasa dikenal AKP 1 : 5,3 = AKP 1 : 5.
Jadi pada dasarnya AKP sesuai potensi genetis benih pada usia 5 – 15 tahun adalah AKP 1 : 3 – 1 : 5.
Pada saat terjadi libur panen selama 1 minggu, kenaikan ketersediaan buah dilapangan adalah
- Usia 5 tahun : 0,35 tandan/pohon/minggu à 0,70 tandan/pohon/minggu (AKP 1 : 3 menjadi 1 : 1,5)
⇒ perlu ekstra penanganan
- Usia 10 tahun : 0,26 tandan/pohon/minggu à 0,52 tandan/pohon/minggu (AKP 1 : 4 menjadi 1 : 2)
⇒ Bisa ditangani segera dalam 1 rotasi dengan syarat ketersediaan tenaga panen normal
- Usia 15 tahun : 0,19 tandan/pohon/minggu à 0,38 tandan/pohon/minggu (AKP 1 : 5 menjadi 1 : 2,5)
⇒ Bisa ditangani segera dalam 1 rotasi dengan syarat ketersediaan tenaga panen normal
AKP TIDAK CETERIS PARIBUS
Maksudnya, jika 1 tahun = 12 janjang, maka ketersedian buah di pohon per bulannya bukan 12 : 12 = 1 janjang/pohon/bulan.
Hal ini sangat mungkin terjadi, terutama disebabkan oleh tipe curah hujan. Berikut pemetaan tipe curah hujan di Indonesia oleh PPKS, Medan.
Kita sering mengenal % produksi semester 1 : % produksi semester 2, pada dasarnya mengikut pola curah hujan diatas, apakah tipe ekuatorial / tope monsoonal / tipe lokal.
- Pada tipe ekuatorial, % produksi SM1 : SM2 biasanya 45 : 55 atau 55 : 45 dimana selisih SM1 dan SM2 tidak terlalu jauh.
- Tipe monsoonal, % produksi SM1 > SM2, biasanya 60 SM1 : 40 SM2
- Tipe lokal, % produksi SM1 < SM2, biasanya 40% SM1 : 60% SM2
Bagaimana cara mengecek kebun kita sebenarnya masuk tipe mana?
- Sederhananya, cek data 3 tahun terakhir untuk pencapaian produksi SM1 dan SM2, lalu lihat pola tipe curah hujan diatas apakah ekuatorial / monsoonal / tipe lokal.
- Setelah dapat tipe berdasarkan analisa poin 1 diatas, cek realisasi panen 4 bulan (januari s/d april), sudah berapa janjang/pokok yang dipanen.
- Lakukan sensus buah untuk potensi produksi 4 bulan kedepan (mei – agustus).
- Jumlahkan janjang/pokok poin 2 dan poin 3 diatas, lalu bandingkan dengan potensi genetis benih.
Misalkan :
- realisasi produksi januari s/d april = 3,5 janjang/pokok
- potensi produksi mei – agustus dari sensus buah = 4,0 janjang/pokok
- Potensi janjang/pokok/tahun usia tanaman 10 tahun = 12,5 janjang/pokok/tahun
⇒ potensi janjang bulan september s/d Desember = 12,5 – (3,5 + 4,0)
= 5 janjang/pokok.
SM1 = 3,5 janjang/pokok + (4,0 janjang/pokok : 2) = 5,5 janjang/pokok
SM 2 = 5 janjang/pokok + (4,0 janjang/pokok : 2) = 7 janjang/pokok
Untuk tahun ini, pola produksinya adalah 5,5 janjang/pokok di SM1 : 7 janjang/pokok di SM2
= 44% di SM1 dan 56% di SM2
⇒ bisa termasuk tipe ekuatorial, bisa juga tipe lokal.
PUSINGAN TINGGI KARENA PEMANEN KURANG.
Inilah permasalahan klasik setiap tahunnya di kebun.
Safety 10% pemanen tidak dapat mengantisipasi libur lebaran, dimana hampir 50% pemanen mudik lebaran untuk jangka waktu 2 minggu – maksimal 1 bulan.
Pada AKP 1 : 2 s/d 1 : 4, luasan afdeling yang dipanen = 600 Ha, jam kerja 8 jam per hari, dibutuhkan pemanen 40 orang + safety 4 orang = 44 orang.
Studi Kasus :
Kondisi di lapangan, pusingan panen naik dari 7 hari menjadi 14 hari, pemanen berkurang dari 44 orang menjadi 24 orang, AKP naik dari 1 : 3 menjadi 1 : 2. Umur tanaman 10 tahun. Apa yang harus dilakukan?
- Cek tipe curah hujan di kebun.
Bagaimana hasil sensus buah di kwartal 2 (mei – agustus) jika dibandingkan dengan realisasi di kwartal 1 (jan – april).
-
- Jika janjang/pokok di kwartal 1 > janjang/pokok di kwartal 2 Ã bisa bernafas lega karena ketesediaan buah dilapangan akan menurun seiring waktu.
- Jika janjang/pokok di kwartal 1 < janjang/pokok di kwartal 2 Ã ada potensi panen raya di kwartal 2, siap siap cari ekstra tenaga panen (pastinya tidak bisa tercover dengan tenaga yang ada saat ini).
- AKP 1 : 2, maka ketersediaan buah dilapangan adalah
= 600 Ha x 136 pokok/ha x 1 janjang : 2 pokok
= 40.800 janjang.
Pusingan panen target = 6/7
Target janjang panen per hari = 40.800 janjang : 6 hari
= 6.800 janjang/hari.
Kemampuan maksimal pemanen = 170 janjang untuk 8 jam kerja
Kebutuhan pemanen = 6.800 janjang/hari : 170 janjang/pemanen
= 40 pemanen.
- Jika ketersediaan pemanen belum bisa ditambah, maka jam kerjanya yang ditambah dari 8 jam menjadi 10 jam (jam 06.00 – 16.00).
-
- Kemampuan maksimal pemanen = 170 janjang untuk 8 jam kerja
= 10 : 8 x 170 janjang = 212,5 janjang/pemanen
-
- 800 janjang/hari : 212,5 janjang/pemanen
= 32 pemanen (tersedia 24 orang, kurang 8 orang).
- Jika ketersediaan pemanen belum bisa ditambah, jam kerja sudah dinaikkan dari 8 Ã 10 jam, maka solusi berikutnya adalah gandengan (pemanen + istri, dengan tetap 1 NIK Pemanen).
Resiko 1 NIK pemanen adalah merusak data statistik produktivitas pemenan.
Jika menggunakan 2 NIK, maka gandengan (istri pemanen) dihitung sebagai karyawan dan wajib mendapatkan upah setara UMR per harinya.
Tambahan tenaga gandengan istri adalah untuk membantu pekerjaan susun pelepah dan pekerjaan angkong buah (TBS) dari piringan ke TPH.
Standar bantuan tenaga ini, mampu meningkatkan produktivitas pemanen 1,3 – 1,5x.
Artinya jika kemampuan pemanen dipoin3 adalah 212,5 janjang/pemanen, dengan gandengan kemampuannya menjadi
= 1,3 x 212,5 janjang/pemanen
= 276,25 janjang/gandengan.
6.800 janjang/hari : 276,25 janjang/pemanen
= 24 pemanen (tersedia 24 orang, pas).
Kemampuan maksimal gandengan
= 1,5 x 212,5 janjang/pemanen
= 318,75 janjang/gandengan
6.800 janjang/hari : 318,75 janjang/pemanen
= 22 pemanen (tersedia 24 orang, ada safety 2 pemanen).
Dengan adanya ekstra time dan pekerja gandengan ini, sementara waktu target normalisasi pusingan panen masih bisa diupayakan dengan 24 pemanen yang ada (normal 40).
KONDISI EKSTREM : PEMANEN KURANG + AKP KWARTAL 2 > KWARTAL 1, MASUK MUSIM PENGHUJAN.
Disebut kondisi ekstrem karena solusi normal tidak mempan dengan segala keterbatasan kondisi dan situasi di lapangan.
Setelah menerapkan 4 point untuk mengatasi PUSINGAN TINGGI KARENA PEMANEN KURANG diatas, ternyata pusingan panen masih diatas 10 dan AKP meningkat dari 1 : 2 menjadi 1 : 1,5 disertai pemanen tambahan belum didapatkan juga.
Solusinya adalah : Pengorbanan Blok.
Dengan segala pertimbangan, tidak dimungkinkan untuk mengerjakan semua blok panen, maka langkah rasional adalah tetap mencari pemanen tambahan + memilih blok yang dipanen, yaitu :
- Blok yang paling mudah dan paling cepat diselesaikan panennya.
- Blok yang tidak memiliki kendala jalan evakuasi buah ke pabrik.
- Blok yang yieldnya paling tinggi.
- Dimulai dari blok yang pusingannya 5 – 6 hari untuk mempercepat tuntas blok panen.
Logikanya, blok dengan pusingan 14 hari tentu memiliki AKP 1 : 2
Blok dengan pusingan 5 – 6 hari akan memiliki AKP 1 : 4 sampai 1 : 5, sehingga pengerjaan tuntas blok lebih cepat, dan pemanen bisa pindah ke blok berikutnya (lebih banyak blok yang bisa diselamatkan). Pengerjaan 1 blok pusingan 14 hari AKP 1 : 2 = pengerjaan 2 blok pusingan 5 – 6 hari AKM 1: 4 atau 1 : 5.
Pembahasan mengenai pengorbanan blok dapat dilihat di artikel sebelumnya :
https://bestplanterindonesia.com/memutus-pusingan-panen-panjang-secara-cerdik/
Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Salam Planter Indonesia Hebaaat.