Best Planter Indonesia mengingatkan pentingnya 3 pilar produktivitas sawit yaitu bibit, pupuk, dan populasi. Informasi disampaikan dalam pelatihan kepada 122 petani sawit Musi Banyuasin di Palembang Sumatera Selatan.
Kelapa Sawit merupakan komoditas strategis yang luasan kebunnya mencapsi 16,38 juta ha dimana 6,72 juta ha adalah sawit rakyat atau 41% pada 2022. Kalau dilihat dari produktivitas tanaman nasional maka sawit rakyat jauh tertinggal dibandingkan dengan sawit korporasi yaitu hanya 3,4 ton CPO per ha. Sementara beberapa korporasi besar sudah bisa mencapai angka 6-8 ton CPO per ha. Artinya pekebun sawit rakyat mempunyai peluang besar untuk ditingkatkan produktivitasnya.
Faktor utama tertinggalnya produktivitas tidak lepas dari mindset dan kesadaran pekebun baik terhadap teknik budidaya tanaman maupun terhadap tanah kebun sebagai media tumbuh tanaman, hal ini tentu terkait dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh pekebun yang masih tertinggal dibandingkan SDM korporasi perkebunan.
Atas dasar kondisi inilah BPDPKS menginisiasi program pelatihan pengembangan SDM pekebun sawit dengan menunjuk Best Planter Indonesia (BPI) sebagai provider pelaksana pelatihan. Sedangkan panduan silabusnya mengikuti ketentuan yang telah disusun oleh Direktorat Jendral Perkebunan.Tujuan dari pelatihan teknik budidaya ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pekebun sawit dalam mengelola tanaman secara profesional yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan Produktivitas tanaman sesuai potensinya.
Best Planter Indonesia (BPI) sebagai lembaga diklat yang mengkhususkan diri pada pelatihan kelapa sawit mengusung konsep pelatihan atau pembelajaran yang berbasis pada Best Management Practices dengan pengajar atau pelatih seluruhnya berlatar belakang praktisi yang sangat berpengalaman.
Replanting Perkebunan Sawit Rakyat (PSR) adalah momentum terbaik untuk meningkatkan Produktivitas sawit rakyat, dan bukan tidak mungkin suatu saat kebun sawit rakyat akan menghasilkan Produktivitas setara korporasi besar apabila 3 pilar kunci sukses dijalankan secara displin oleh para pekebun sawit.
Adapun 3 kunci sukses tersebut adalah Bibit, Pupuk dan Populasi yang operasionalnya dijalankan mengikuti kriteria praktek manajemen terbaik (best management practices).
Bibit harus bersertifikat dan diperoleh dari sumber benih yang terakreditasi, jadi jangan menggunakan bibit asal murah karena taruhannya terlalu mahal bagi pekebun sawit yaitu selama 25 tahun akan mendapatkan produktivitas hanya +/- 50% saja, tentu ini akan menjadi penyesalan yang sangat panjang.
Pupuk dalam budidaya sawit adalah nutrisi wajib yang suka tidak suka harus dipenuhi sesuai dengan kebutuhan tanaman. Namun demikian mindset pekebun sawit tentang pupuk jangan hanya berpikir besaran dosis yang ditabur tetapi harus mulai memperhatikan efisiensi serapan hara tanaman yaitu berapa persen tanaman bisa menyerap pupuk yang diberikan, hal ini tentu sangat erat hubungannya dengan kualitas tanah kebun.Tanah dengan kualitas yang baik akan memberikan efisiensi serapan hara yang tinggi sehingga jangka panjang dosis pemupukan akan berkurang. Oleh karena itu upaya memperbaiki kualitas tanah harus menjadi prioritas yang sama pentingnya dengan pemupukan itu sendiri, seperti penggunaan sebagian pupuk organik berkualitas, pengembalian janjang kosong ke lapangan dan pemberian bahan organik lain.
Populasi atau jumlah tegakan tanaman yang sering tidak menjadi perhatian pekebun, maka mulai saat ini harus menjadi hal yang penting untuk terus dimonitor karena perhitungan Produktivitas per ha yang tinggi diperoleh dari jumlah tegakan tanaman yang sehat (populasi) yang memenuhi standar rata-rata minimal 136 pokok per ha. Ancaman rusaknya populasi tanaman saat ini adalah penyakit Busuk Pangkal Batang yang disebabkan oleh Ganoderma, oleh karena itu pengetahuan sistem pengendalian Ganoderma dengan menggunakan agensia hayati wajib diketahui dan diterapkan oleh pekebun sawit. Hal ini selaras dengan yang diamanatkan dalam Permentan No. 7 tahun 2019 pasal 26 ayat 1e dan pasal 33 ayat 4 tentang keharusan menggunakan agensia hayati dalam proses tanam ulang atau replanting.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 129)
